Reformasi Birokrasi: Penguatan Kualitas Layanan Publik

Reformasi Birokasi pada hakikatnya merupakan upaya melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi) dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) tata kelola pemerintahan yang baik  meliputi:

  1. Transparansi yaitu adanya keterbukaan dalam informasi, ketepatan waktu, persyaratan, prosedur, biaya, dll.
  2. Partisipasi: pelibatan publik dalam pembuatan/penyusunan kebijakan.
  3. Akuntabilitas: pertanggungjawaban antara pembuat kebijakan dengan pemangku kepentingan.
  4. Koordinasi: memastikan kedua pihak untuk memiliki kesatuan tujuan dalam pelayana publik.

 

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan publik.  Pelayanan publik diartikan sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik, (Undang-Undang Nomor 25/2009).

Dalam praktiknya, pelayanan publik mengacu kepada beberapa prinsip yaitu:

  1. Kepastian hukum: adanya peraturan perundang-undangan yang menjamin terselenggaranya pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat.
  2. Keterbukaan: bahwa setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.
  3. Partisipatif: untuk mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memerhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
  4. Akuntabilitas: bahwa proses penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan perauran perundang-undangan.
  5. Kepentingan umum: bahwa dalam pemberian pelayanan publik tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.
  6. Profesionalisme: bahwa aparat penyelenggaraan pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya.
  7. Kesamaan hak: bahwa dalam pemberian pelayanan publik tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.
  8. Keseimbangan hak dan kewajiban: bahwa dalam pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.

 

  WBK.06.01: Kebijakan standar pelayanan
  WBK.06.02: Maklumat standar pelayanan
  WBK.06.03: SOP standar pelayanan
  WBK.06.04: Reviu dan perbaikan atas SOP
  WBK.06.05: Usulan reviu dan perbaikan atas SOP
  WBK.06.06: Pelatihan penerapan budaya pelayanan prima (capacity building)
  WBK.06.07: Informasi pelayanan melalui media
  WBK.06.08: Reward/Punishment kepada penerima layanan bila layanan tidak sesuai
  WBK.06.09: Pemberian kompensasi kepada penerima layanan
  WBK.06.10: Inovasi layanan
  WBK.06.11: Sarana layanan terpadu
  WBK.06.12: Sarana layanan terpadu/terintegrasi
  WBK.06.13: Media pengaduan layanan
  WBK.06.14: SOP pengaduan layanan
  WBK.06.15: Unit pengelola pengaduan pelayanan
  WBK.06.16: Tindak lanjut pengaduan pelayanan untuk perbaikan kualitas
  WBK.06.17: Evaluasi penanganan keluhan/masukan
  WBK.06.18: Unit kerja memiliki media pengaduan pelayanan
  WBK.06.19: Survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
  WBK.06.20: Hasil survei kepuasan masyarakat
  WBK.06.21: Tindak lanjut hasil survei kepuasan masyarakat
  WBK.06.22: Rencana penerapan Teknologi Informasi dalam pemberian pelayanan
  WBK.06.23: Penerapan Teknologi Informasi dalam memberikan pelayanan
  WBK.06.24: Perbaikan layanan secara terus-menerus